Selasa, 18 Januari 2011

KEMUNCULAN ORBS

            Nah beberapa hari belakangan ini, teman-teman di kelas dihebohkan karena kemunculan ORBS di dalam photo-photo yang kami ambil saat sesi photo buku tahunan kelas IXF.
            Menurut pandangan beberapa orang Orbs adalah tanda adanya kehadiran makhluk lain di sekeliling kita, tapi apa mesti di takuti?
            Awalnya gak ngerti apa itu orbs sampai cari-cari informasi di internet.  Tapi kayaknya Orbs bukan suatu hal yang mesti ditakuti karena seharusnya kita takut sama yang di atas kan? Ini nih beberapa informasi yang saya dapat tentang Orbs di internet.

            Menurut Wikipedia adalah penampakan yang biasanya berbentuk bulat, tidak diinginkan untuk ada dalam frame yang kita ambil. Terkadang bulatan tersebut meninggalkan jejak, terkesan seperti bergerak.Pada teknologi fotografi digital khususnya untuk penggunaan kamera ultra compact, orbs disebut juga sebagai orbs backscatter.

ORBS merupakan sebuah fenomena munculnya lingkaran putih pada sebuah frame foto yang di indikasikan sebagai hadirnya sosok dari dunia lain ( baca; sosok gaib), bulatan bulatan pada frame foto tersebut terkadang muncul dalam jumlah banyak dan meninggalkan jejak. Pada teknologi fotografi digital khususnya untuk penggunaan kamera ultra compact, orbs disebut juga sebagai orbs backscatter. orbs backscatter biasanya terjadi karena konstruksi lensa dan built-in flash yang berdekatan pada kamera multi-compact tersebut sehingga mengecilkan sudut pencahayaan ke lensa dan otomatis menaikkan refleksi pencahayaan pada partikel-partikel yang hampir tak terlihat dengan mata telanjang di depan lensa. Oleh karenanya, orbs backscatter bisa dihasilkan dari partikel-partikel seperti debu, bubuk dan partikel cair yang jatuh seperti misalnya derai air hujan. terkadang kalau kita melihatnya kita berfikir kalau lensa kamera kita kotor sehingga menghasilkan efek bola putih tersebut. (http://fadlyunik96.blogspot.com/2010/03/apa-itu-orbs.html)

Nah, lagi-lagi percaya gak percaya, tapi serahkan semua sama yang di atas yang mengetahui segala sesuatu. Jadi, bagi teman-teman yang punya niat jadi fotografer atau mau foto di suatu tempat tua terus muncul Orbs jangan sampai takut mau foto lagi.. Percayalah sama yang di atas pasti yang di atas melindungi kita :)
Beberapa Photo yang menunjukkan kemunculan Orbs :




PHOTO-PHOTO BUKU TAHUNAN KELAS IX F SMPN 7 KOTA JAMBI

Nah hari Minggu yang lalu tepatnya tanggal 16 Januari 2011 kelas kami, kelas IX F melaksanakan sesi photo untuk buku tahunan sekolah ahhhha.... maklum untuk kenang-kenangan kelas IX nah...
Temanya adalah Sekolah Sihir hahhaha ini usulan bersama karena hampir semua anak kelas IXF cinta sama Harry Potter nah maka dari itu kami diilhami jiah ... maksudnya dapat ide dari sana
Semuanya sih uda disiapin satu bulan sebelum sesi pemotretan mulai dari buat baju seragam kelas, buat jubah hitam, sampai buat tongkat sihir ... ahhaha kreatif nih
Sesi photo-photo ini dimulai dari jam 2 siang udah ngumpul di sekolah .. tempat pemotretannya sih di rumah Alm. kolonel Abunjani kayak bangunan tua gitu.. awalnya gak diperbolehin masuk tetapi setelah dilakukan negoisasi akhirnya kami boleh masuk dengan syarat jangan ribut ... shshhshshs
rumahnya dari luar nampak tua dan bagus apalagi dari dalam rumahnya besar dan punya ruang bawah tanah juga sayangnya gak diperbolehin masuk ke sana. menurut beberapa orang sih rumahnya cukup angker tapi kalau dipikir-pikir orang yang tinggal biasa-biasa aja sih trus kenapa kita mesti takut, kan?
Nah sesi photo-photonya nih yang asyik banget, photonya berpasang-pasangan sebenarnya cuma karena anak laki-laki di kelas cuma 7 orang ya jadi tidak memungkinkan....
Tapi beneran sesi photo-photo ini tidak akan terlupakan, sebenarnya bukan photo-photo aja sihkami juga bikin beberapa video hahha ini sih amatiran tapi lumayan kerenlah....
Ehm... ngomong-ngomong masalah tempat angker... beberapa photo menunjukkan ada kemunculan beberapa Orbs percaya gak percaya hohoho tapi kalau saya sih percaya sama yang satu yang di atas... salah satu kemunculannya ada di depan saya cuma bisa nyebut "ASTAGFIRULLAH" waktu liat itu photo...
Tapi jujur saja saya dan teman-teman masih bisa menikmati sesi photo-photo itu karena semuanya kreatif dan kompak.... Sukses terus buat COMOSHO 

Ini nih beberapa photo-photonya :) :

 It's Me

 Me and Olga

Yang paling eksis di depan Mirda :)

 Me and Aidila

 Me and Friends at school :)


Annisa and Aidila

CERPEN :)


ANNISA DAN BUNGA KAMBOJA
oleh : Mutia Mustika Sari

Aku menatap Bunga Kamboja di pot dari jendela kamar. Bunganya mekar merekah, harumnya menjalar masuk ke ventelasi kamarku. Di luar angin berkesiur-kesiur berhembus menerbangkan dedaunan kering di sudut jalan. Kupandangi lagi surat yang kuterima kurang dari sehari yang lalu. Masih putih bersih, namun kau tak akan menyangka tulisan yang tertulis disana sangat berantakan tetapi aku masih bisa membacanya, aku bisa merasakan setiap katanya ditulis dengan tulus. Surat itu kuterima tepat di hari ulang tahunnya yang keempat belas. Tak terasa dua anak sungai mengalir kala aku mengingat kisahnya kembali. Cerita ini dimulai 2 bulan lalu di hari yang mendung sama seperti hari ini.
Dengan semangat berapi-api aku melangkah menuju mading sambil membawa iklan kecil yang telah kupersiapkan malam sebelumnya. Sesampainya di depan madding aku menempelkan iklan itu hati-hati. Kupandangi iklanku itu dengan puas
“Ayo ceritakan masalahmu! Kirim via e-mail ke Mutiamustika@yahoo.com, Saya siap mendengarkan dan memberikan saran. Catatan: Hanya menerima e-mail di hari Sabtu dan Minggu”.
“Nah selesai” kataku kemudian. Aku melangkah ringan menuju kantin. “Darimana mut?” Tanya Vina saat aku berpapasan dengannya.
“Dari madding Vin” jawabku santai.
“Lho tumben” kata Vina heran.
Aku hanya menanggapinya dengan senyum lebar. Vina bergegas pergi, aku rasa ia akan menuju madding.
 “Barangkali dia bisa menjadi klien pertama” pikirku dalam hati.
Bel masuk pun berbunyi aku bergegas menuju kelas, kutinggalkan bakso yang masih tersisa di dalam mangkuk, dan kubawa segelas air mineral di tangan kiriku. Vina duduk di kursi menatapku heran saat aku masuk ke kelas dengan mulut penuh bakso.
“Mut kenapa sih bikin iklan yang seperti itu di madding?” tanyanya penuh selidik.
Kan kemarin aku sudah cerita Vin, aku mau belajar jadi psikolog siapa tahu aku bisa membantu teman-teman yang punya masalah dan keuntungannya kan juga dapat pahala” kataku sambil menarik kursi di sebelah Vina dan duduk diatasnya.
Ananta menghampiriku dengan semangat “Eh Mut aku sudah baca iklan yang kamu tempel” Katanya berbunga-bunga.
 “Wah bagus kalau gitu kamu bisa curhat kalau kamu mau” kataku sambil tersenyum.
“Aha kalau masalah Pr boleh kan Mut?” tanyanya.
“Nah kalau itu tidak termasuk Ta” jawabku sambil menyipitkan mata.
“Ta cepat duduk pak suswono sudah masuk tuh!” kataku kemudian. Ananta berlari kecil untuk segera duduk di bangkunya di sudut ruang kelas. Pak suswono melangkah tegap ke dalam kelas buku di tangan kirinya agak bergetar, Sepertinya suasana hati Pak Suswono sedang tidak baik hari ini, belum sampai ke tempat duduknya ia langsung menyuruh kami mengeluarkan dua lembar kertas dan menyimpan semua buku biologi kami. Aku benar-benar menyesal tidak belajar, Pak suswono langsung membagikan soal yang aku rasa cukup untuk membuat asam lambungku naik. Semua kalimat pertanyaan itu berputar-putar dikepalaku, aku melirik kiri-kanan untuk mendapatkan ilham dari teman-teman. Tapi gawatnya mereka sama saja denganku. Nah firasatku tidak enak sekarang, aku rasa kami sekelas akan gagal dalam ulangan mendadak ini. Aku menguras otakku sampai kering namun tak kunjung juga kudapatkan jawaban.  Aku kemudian menjawab pertanyaan itu dengan asal-asalan dan mungkin sangat tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan. Nah di penghujung pertemuan Pak Suswono tidak lupa membekali kami dengan setumpuk Pr yang bisa membuat siapa saja terkena serangan jantung mendadak. Sekarang Pak suswono benar-benar sudah menghancurkan rencanaku untuk mengisi akhir pekanku dengan menjawab e-mail yang kuterima.
Sesampainya di rumah Aku menjatuhkan diriku ke atas tempat tidur. Diluar langit mendung kelabu. Air hujan menggenangi pot bunga kamboja di kebun ibu, bunga-bunga itu hampir layu dan mati kurasa akarnya telah membusuk karena diguyur hujan terus-menerus selama tiga hari ini. Aku duduk didepan Komputer dan mengecek e-mail yang masuk.
“Yes satu e-mail masuk” kataku bersemangat. Aku membaca e-mail itu dengan seksama ,
“Hai Mut aku punya masalah yang ingin kuceritakan, kamu bisa memanggilku Bunga. Nah aku punya teman namanya Ana, dia menderita Kerusakan otak, dan dia divonis dokter hanya bisa hidup 2 bulan lagi. Dia cerita kepadaku, dia ingin punya banyak teman disisa hari-harinya tapi teman-teman tidak suka berteman dengannya, dia juga tidak tahu kenapa. Dia cerita kepadaku bahwa ia juga ingin orang tuanya selalu disisinya sampai nanti Tuhan menjemputnya, nah apa kamu bisa memberikan saran kepadanya? Nanti akan aku sampaikan kepada Ana, dan terima kasih atas bantuannya” lama aku menatap e-mail itu, ini masalah yang sangat serius untuk dipecahkan apalagi ini masalah pertama yang aku tangani. Aku mulai mengetik balasan untuk bunga
“Hai juga Bunga, aku turut sedih atas penyakit yang diderita Ana, Nah Bunga kamu harus bisa menyemangati Ana. Hidup dan Mati itu ada di tangan Tuhan kita tidak boleh mendahului keputusan-Nya. Kamu bisa mengatakan pada Ana bahwa ia harus tetap bersemangat dan jangan putus asa. Teruslah berdo’a untuk Kesembuhannya, aku juga kan mendo’akannya. Nah untuk masalah teman dan orang tua, kamu bisa memberikan saran kepada Ana untuk bersikap lebih terbuka kepada teman-teman dan mungkin Ana bisa berbicara pada orang tuanya tentang masalah ini atau lebih sering berkumpul bersama ayah dan ibu. Selamat Mencoba Bunga”.
“Nah selesai” aku berharap agar saran yang aku berikan benar-benar bisa bermanfaat.
Waktu demi waktu terus berlalu, tak terasa dua minggu telah berlalu sejak aku menerima e-mail pertamaku dari Bunga setelah itu aku tidak pernah menerima e-mail dari siapapun. “Wah rencanaku untuk berlatih menjadi psikolog memang benar-benar berhasil” kataku dalam hati sambil menarik nafas panjang. Aku berjalan sendiri di taman, hari ini aku benar-benar kehilangan selera makan berkat permen asam yang tadi pagi diberikan ananta kepadaku. Betapa bodohnya aku, aku kira rasanya akan seenak permen jeli yang sangat aku gemari, karena bentuknya sangat mirip tetapi aku salah rasanya sangat tidak enak, aku berpikir kenapa ananta suka membawa-bawa benda yang ia sebut permen itu kemanapun ia pergi. Tiba-tiba mataku tertuju pada seorang gadis yang duduk di bangku taman, rambut panjang tipisnya kusut masai, matanya sayu, dan wajahnya berminyak, pakaian olahraganya juga tak kalah kusut. Ia duduk sendiri menatap sekelompok anak yang sedang bermain bola basket. Ia menyisir rambutnya dengan jari kurusnya dan yang aku tak mengerti adalah ia tidak terkejut melihat sejumpuk rambut yang rontok di tangannya. Nah pikiran pertama yang timbul di otakku adalah anak ini benar-benar tidak memperhatikan penampilan.
“Annisa tangkap bolanya!” teriak salah satu anak yang bermain bola basket. Anak yang bernama Annisa itu pun berdiri hampir dengan susah payah dari bangku taman. Ia mencoba menangkap bola itu tapi saat ia hendak melangkahkan kakinya dan mengangkat tangannya untuk menangkap ia tampak tak bisa berbuat apa-apa. Bola itu menghantam hidungnya. Aku yakin bola itu bisa ditangkap tetapi entah mengapa ia seperti tidak bisa menggerakkan anggota geraknya dengan sempurna atau dia memang sengaja tapi mana mungkin ada orang yang sengaja melukai dirinya sendiri. Darah segar mengucur dari hidungnya. Aku berlari menyongsongnya saat ia hampir terjatuh, anehnya teman-temannya yang sedang bermain basket tidak ada satu pun yang mencoba menolongnya. Aku membawanya ke UKS. Ia nampak sedih dan mukanya sangat pucat, namun tak ada setetes air mata pun yang jatuh dari matanya. Ibu Rafifah segera menolong Anak itu, dan membersihkan lukanya. Aku mendekatinya hati-hati
“Hei nama kamu Annisa kan?”, tanyaku sambil tersenyum.
“Ya, Annisa Sabrina”, jawabnya lambat tanpa nada bicara dan ekspresi sama sekali.
“Nama yang bagus, kalau aku tak salah artinya perempuan yang sabar kan? Namaku Mutia, senang berkenalan denganmu Annisa”, kataku lagi.
Ia menatapku lama sekali dan air matanya pun jatuh namun sama sekali tidak ada suara atau bahkan isakan tangis, tatapannya sedingin es yang sanggup membekukanku dihari yang panas sepe.rti hari ini.

“Terimakasih nak, telah mengantarkan Annisa ke sini, nah kamu bisa kembali ke kelas sekarang” kata Ibu Rafifah ramah.
Aku segera melangkah keluar dari ruang UKS. Sepanjang perjalanan ke kelas aku bingung sebenarnya bagaimana Annisa itu. Ia adalah gadis yang berbeda dari yang lain aku tidak habis pikir dengannya.
Dua minggu kemudian aku melihat Annisa yang pergi ke sekolah menggunakan kursi roda, tatapannya masih sayu dan tidak jauh berbeda dari terakhir kali aku melihatnya. Saat duduk di kursi rodanya di taman aku pun  menghampirinya.
“Hei, Annisa apa yang terjadi denganmu? Apa kamu baik-baik saja?” tanyaku padanya.
“Ka… Kamu tahu, me…menurutku bunga itu sa… sama seperti ku” katanya menatap bunga kamboja yang hampir layu namun masih tampak cantiknya.
“Ka… kalau su..dah waktunya nan..ti ia akan layu dan mati, ia hanya ti..tinggal menunggu wak..tu kan?” katanya balik bertanya.
Sebenarnya aku tidak tahu apa yang dimaksud Annisa.
“Ehm tapi semua kehidupan makhluk yang ada di muka bumi ini ditentukan di tangan Tuhan kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi esok hari atau besoknya lagi” jawabku, lagi-lagi air mata Annisa mengalir begitu saja, wajahnya masih tanpa ekspresi. Ia kemudian pergi begitu saja dengan kursi rodanya.
“Hei Annisa menurutku kau harus lebih banyak tersenyum sama seperti kamboja yang awalnya merekah” aku setengah berteriak berharap bisa merubah ekspresi di wajah Annisa, ia masih berlalu dan menghilang di sudut koridor.
Hampir dua bulan aku tidak lagi menerima e-mail dari siapa pun. Tapi aku benar-benar berniat untuk melihat kotak masuk e-mailku hari ini, dan ternyata ada satu e-mail yang masuk dan e-mail itu dikirim oleh Bunga. Aku baca e-mail itu dengan seksama.
“Hai Mutia, senang bisa berbicara denganmu lagi. Ana bercerita lagi kepadaku, kini sakitnya makin parah. Sekarang ia tidak bisa berjalan dengan benar, memegang sesuatu dengan normal, dan belakangan ini ia sulit berbicara. Ia mengatakan bahwa untuk mengirim satu e-mail ia membutuhkan waktu hampir dua setengah jam untuk mengetiknya dengan benar. Tapi aku sudah menasehatinya, dan ia merasa apa yang kamu katakan ada benarnya, ia sudah menemukan satu teman yang baik kepadanya dan orang tuanya juga sudah sering berkumpul di rumah, mungkin ini akan menjadi e-mail yang terakhir. Terima kasih.” Tanpa terasa air mataku menetes siapaun Bunga dan Ana itu aku tahu bahwa mereka adalah anugerah terindah yang pernah diciptakan Tuhan.
Aku membalas e-mail itu dengan cukup singkat karena aku harus mengerjakan Pr “ Hai Bunga kamu memang orang yang baik, dan sampaikan kepada Ana aku akan selalu mendo’akannya dan katakan bahwa yang ia harus percaya dan berdoa, dan jangan sungkan untuk bercerita lagi tolong jangan katakan itu yang terakhir”
Ini minggu terakhir sejak dua bulan yang lalu saat Bunga mengirimi ku e-mail. Aku duduk dibangku taman menunggu Annisa barangkali ia mau berbicara denganku dan yang aku tunggu-tunggu adalah perubahan ekspresi di wajahnya. Barangkali saranku bisa berhasil. Lama ku tunggu Annisa tak nampak batang hidungnya. Jarang-jarang ia tidak ke taman saat istirahat seperti ini. Ku tatap bunga kamboja di taman yang hampir layu dan jatuh ke tanah. Warnanya tak secantik dan seindah saat aku duduk disini bersama Annisa lebih dari seminggu yang lalu. Aku melangkah kembali ke kelas saat bel masuk berbunyi. Annisa benar-benar tidak datang hari ini. Saat jam pulang aku mendengar pembicaraan teman-teman Annisa yang berkumpul di depan pagar sekolah.
“Hei Annisa kan masuk rumah sakit,” kata salah satu dari mereka.
“Oh iya katanya dia menderita kerusakan otak parah” kata anak berkepang dua.
Aku datang menghampiri mereka “Apa benar Annisa masuk rumah sakit? Rumah sakit mana?” tanyaku terkejut.
“iya, rumah sakit Mulia Asih” jawab anak berkepang dua disampingku. Saat ibu menjemput aku segera meminta ibu mengantarkanku ke rumah sakit itu. Namun ibu menyarankanku untuk membawakannya buah-buahan namun aku meminta ibu untuk membelikan sebuket bunga kamboja.
Tubuh mungilnya terbaring tak berdaya di atas tempat tidur dalam ruangan yang serba putih itu. Bisa kulihat orang tua Annisa yang tampak sedih melihat anaknya terbaring lemah. Aku berjalan masuk ke dalam ruangan hati-hati.
“Hai Annisa” sapaku.
Dan ajaib walaupun sangat tersembunyi aku tahu ia berusaha untuk tersenyum. Saat itu aku sadar bahwa Annisa memiliki keistimewaan dari dalam.
“Senang melihatmu bisa tersenyum, oh ya aku bawakan bunga kamboja ini untukmu” kataku ikut tersenyum dan menahan air mata yang jatuh, aku tak ingin terlihat sedih di hadapan Annisa. Air mata Annisa mengalir bak arena arung-jeram tapi senyum kecilnya melekat dan tak bisa hilang dari wajahnya.
“Te… ter..rima ka…as..sih” katanya susah payah. Air matanya mengalir lebih deras. Ia berusaha tersenyum lebih lebar, selebar ia mampu. Matanya menutup air matanya berhenti tapi masih mengalir di pipi. Senyumnya masih melekat masih mengembang dan tak hilang.
            Seorang suster masuk saat mengetahui detak jantung Annisa berhenti, ia pergi, pergi ke tempat yang lebih baik dan aku percaya disana ia bisa memiliki lebih banyak teman yang menyayanginya. Ibu Annisa tampak terpukul ia melangkah ke arahku dan memberikan sepucuk surat di dalam amplop bergambar bunga kamboja.
“Hari ini hari ulang tahun ku keempat belas, tapi sepertinya menjadi hari terakhir bagiku. Aku tidak menyesal akan semua ini karena aku PERCAYA tuhan punya rencana yang baik untukku. Aku ANNISA, BUNGA, sekaligus ANNA merasa beruntung memiliki teman sebaik dirimu. Bunga kamboja di taman sama sepertiku tinggal menunggu waktu untuk layu, tapi aku tetap bersyukur karena aku sempat mengenalmu sebelum aku layu seperti bunga kamboja. Terima kasih Mutia karena telah membuatku tersenyum. Terima kasih untuk semuanya.
Mendung di langit masih mewarnai hari ini, aku rindu senyum itu, senyum terakhir sebelum kepergiannya. Air mataku menetes di atas selembar kertas itu, kertas itu semakin remuk ditanganku seremuk hatiku karena kehilangannya. Annisa menurutku kamu memiliki satu perbedaan dengan bunga kamboja. Kamu menjadi lebih indah dan cantik sebelum layu tetapi tidak begitu dengan bunga kamboja. Terima kasih karena telah mengajarkanku tentang kesabaran dan kehidupan. Selamat jalan sahabat.

Ayee World :D

Hi, My name's Mutia Mustika and i like to write some stories when i have spare times, and honestly i made this blog to my school project so yah you can see many things about my school here on the other page... when my teacher asked me to make a blog for my school project i was so lazy to do it cuz i like to open the social network when i get to internet than sit to write something hardly and share it to the world..
but when i saw many things about blog ... i realized that i can share what's in my mind here in the other word my life include the stories that i have written.. and i had a plan to make the other blog for my story
So enjoy my blog and if you wanna know about my school you can get information about it here... hope you like it :)